Sehari-hari, dia bekerja sebagai buruh kupas kulit singkong di pabrik tepung aci di desanya. Penghasilannya pun tidak menentu. Sehari antara Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu ia kantongi. Itu pun kalau di pabrik ada bahan bakunya, kalau tidak ada ya sudah tentu tidak ada penghasilan pada hari itu. Dan kondisi tersebut bisa berlangsung selama sepekan.
"Maturnuwun, Alhamdulillah, Dwi saged ketampi (bisa diterima) di SMK Jateng. Sekolahipun gratis mboten wonten biayanipun (sekolahnya gratis tanpa ada biayanya)," katanya sembari menggendong cucunya, anaknya Subadni kakaknya Dwi. Hari itu ia tidak berangkat ke pabrik karena libur, tidak ada singkong untuk dikupas.
Dia kuat di benaknya ketika Dwi mengutarakan niatnya untuk melanjutkan sekolah. Dia sempat bingung bagaimana agar anaknya itu bisa melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan atas. Sedangkan dia tak punya uang banyak untuk membiayainya. Lalu ketika anaknya mencoba mendaftar di SMK Jateng, dia hanya mampu memberikan doa terbaik semoga diterima.
Dan rasa bahagia membuncah di hatinya, tak kuasa menahan tangis haru ketika Dwi pulang. Dia dipeluk anaknya sembadi dieri tahu kalau Dwi diterima di SMK Jateng. Hingga sekarang, dia masih sering menangis sendiri saat mengenang peristiwa itu. Bahkan, ketika Dwi mendapat jatah pulang dari sekolah, usai melepas rasa rindu, Tutiah bisa menitikkan air mata bila anaknya itu kembali lagi ke asrama.
Baca Juga: Banjir, Polisi Berlakukan Rekayasa Lalu Lintas di Jalan Jeruklegi - Kawunganten
"Seniki kula namung ngarep, lare lulus sing sae, angsal kerjaan sing kepenak. Saged dados lare sing sukses (Sekarang saya hanya berharap, anak lulus dengan baik, dapat pekerjaan yang nyaman. Bisa jadi anak yang sukses)," ujar Tutiah.
Tidak jauh beda dengan Dewi, bisa sekolah di SMK Jateng adalah sebuah anugerah yang luar biasa bagi Sevolana Bondan Sirait (17). Ragil dari pasangan Turiman dan Surati asal Desa Kedungwringin RT 6 RW 5, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas ini sangat bersyukur bisa melanjutkan sekolah tanpa membebani orang tua. Sebab, dia tahu betul betapa susahnya orang tua membiayai hidup anak-anaknya.
Pada 2020 lalu, dia yang masih duduk di bangku kelas IX SMP 1 Jatilawang, Banyumas mengutarakan niatnya ingin melanjutkan sekolah ke bapak ibunya. Namun sepertinya keinginannya itu bertepuk sebelah tangah. Bapak yang lulusan SD hanya bekerja sebagai buruh bangunan berpenghasilan pas-pasan dan ibunya yang juga lulusan SD hanya mengurus rumah. Sedangkan ketiga kakak perempuannya yang lulusan SMP bekerja sebagai asisten rumah tangga di Ibu Kota.
"Saya lalu curhat ke guru BK di sekolah, oleh bu guru lalu diarahkan masuk ke sekolah ini (SMK Jateng). Guru saya sangat baik, dia membantu menguruskan pendaftarannya, mulai dari seleksi administrasi minta surat keterangan tidak mampu ke desa dan kecamatan. Sampai alhamdulillah akhirnya bisa diterima sekolah di sini," katanya.
Baca Juga: Cilacap Dilanda Banjir, BPBD Cilacap Lakukan Penanganan Darurat
Dan apa yang diceritakan gurunya soal SMK Jateng, ternyata benar adanya. Sekolah di SMK Jateng semua gratis, pendidik dan pendidikannya berkualitas. Dia mendapatkan ilmu dan fasilitas dari pemerintah yang sangat baik. Suasana di asrama yang menjunjung tinggi kebersamaan, solidaritas dan tolong-menolong. Sebab para penghuninya berasal dari berbagai daerah di Provinsi Jateng.
"Saya mendapatkan ilmu yang luar biasa dari bapak ibu guru, dari pengasuh asrama. Semua fasilitas dari pemerintahan di berikan. Saya sangat terbantu sekolah di sini, orang tua bangga. Terima kasih bapak Ganjar," kata Ketua OSIS SMK Jateng Purbalingga yang baru mendapatkan Juara I Cerdas Tangkas Pramuka Tingkat Korwil dan Juara 1 Pidato Antinarkoba Tingkat Nasional ini.
Keberadaan SMK Jateng menjadi lentera di tengah kegelapan. Di kala sebagian masyarakat Jateng masih berada di taraf kurang mampu untuk membiayai anak-anak mereka sekolah. Mengingat pendidikan menjadi modal utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hal itu benar dirasakan oleh Resli Andika (24), warga Desa Nangkasawit, Kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga. Dia adalah alumni SMK Jateng angkatan pertama.
"Keluarga saya tergolong kurang mampu. Bapak sebagai pedagang bubur ayam, ibu hanya mengurusi rumah. Apa lagi saya anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak SD hingga SMP saya sudah prihatin, jalan kaki ke sekolah yang jaraknya cukup jauh. Nah, saat mau lulus SMP 3 Pengadegan, saya bingung mau melanjutkan sekolah ke mana karena tidak punya biaya banyak," katanya.
Hingga dia mendapat informasi adanya sekolah gratis, waktu itu masih bernama SMK 3 Purbalingga. Pada 2013 lalu, dia mendaftar dan mengikuti bermacam seleksi. Alhmadulillah Resli lolos seleksi dan bisa sekolah ini. Selama tiga tahun pendidikan, beragam latihan, kedisiplinan, kemandirian diberikan karena para siswa dituntut untuk bisa mandiri tanpa bantuan dari orang tua.
Artikel Terkait
Soal Penanganan Kemiskinan di Banyumas, LKB dan Navigator Munculkan Enam Rekomendasi
PNM Berkontribusi Dukung Kegiatan Kampus Merdeka dengan Mendorong Inovasi
Hari Ini dalam Sejarah: 28 September, Hari Kereta Api Indonesia
DPR RI Tegas Minta Menteri Nadiem Makarim Untuk Selesaikan Permasalahan Guru PPPK
IGRA Purbalingga Juara Umum Apguraindo Tingkat Jawa Tengah
Lebih dari 1000 Anak TK Ikuti Manasik Haji
Mengenang Peristiwa 30 September, Ini Cerita Ahmad Tohari dalam Tragedi 65
Police Goes To School, Kapolresta Banyumas Jadi Pembina Upacara di Sekolah
Lima Hari Sekolah Diterapkan di Banyumas, Kegiatan Ekstrakurikuler Selain Pramuka Malah Menghilang
Ingatkan soal 'Jas Merah', Buku Sejarah Perjalanan Kota Purwokerto Dibedah