‘’Derap sepatu lars, deru kendaraan perang, aba-aba militer, desingan peluru, dan ledakan mortir hampir rutin bagi saya,’’ katanya mengenang masa kecilnya.
Profesi lain yang pernah dicoba dihindarinya adalah menjadi guru. Padahal, ibunya, seorang pendidik, pernah membujuk agar Yahya mau menjadi pengajar.
Baca Juga: Percepatan Vaksinasi, 80 Titik Se-Jateng Jadi Lokasi Vaksinasi Serentak
Namun, dua tahun setelah merampungkan studi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, 1973, anak kedua dari tujuh bersaudara ini mulai menyadari, menjadi guru baginya memang tidak terelakkan. Ia kemudian tercatat sebagai dosen hubungan internasional di alma maternya.
Sekitar 11 tahun kemudian, putra seorang wiraswasta itu pergi ke Institut Teknologi Massachusetts, AS, dan meraih gelar dokter ilmu politik dengan disertasi The Politic of Client Businessmen; Indonesian Economic Policy 1950-1980. Selama dua tahun berikutnya Muhaimin mengelola Program S2 Fakultas Sospol UGM.
Ia menganggap, industri persenjataan adalah program mahal, mungkin juga mewah. Tetapi bagi Indonesia swadaya itu perlu.
Baca Juga: Konferensi Pers Soal Pengukuran Lahan Desa Wadas, Ganjar Sampaikan Manfaat Bendungan Bener
Ia menikah dengan Choifah yang kini jadi ibu empat anaknya. Ia juga menjadi kolumnis untuk beberapa majalah dan surat kabar. Selain itu ia juga menulis buku Masalah-Masalah Pembangunan Politik (1977) dan Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia (1982, revisi), keduanya diterbitkan oleh Gadjah Mada Press. ***
Artikel Terkait
Sejumlah Siswa Positif Covid-19, SMA Al Irsyad Laksanakan PJJ selama Dua Hari
Gol A Gong: Indonesia Masih Kekurangan Buku, Sekarang 1 Buku Dikeroyok 90 Orang
Dilantik Jadi Rektor Unwiku, Ini Program Heru Cahyo
Siswa dan Pendidik di Dua Sekolah Diterjang Covid-19, PTM Jenjang SMA/SMK di Banyumas Kembali 50 Persen
Kasus Covid-19 di Banyumas Naik, PTM TK/PAUD Dihentikan, SD dan SMP 50 Persen
Menteri Agama Tegaskan Daerah PPKM Level 2 Diperbolehkan Gelar PTM Terbatas 50 Prosen