Oleh Trisnatun *
Merdeka menjadi kata kunci untuk kemajuan di tiap jaman. Hal itupun berlaku bagi bidang pendidikan dan pelakunya: guru. Guru harus merdeka sejak dalam pemikiran bahkan jiwanya. Menghadapi tantangan implementasi Merdeka Belajar atau Merdeka Mengajar saat ini guru setidaknya harus mampu belajar dari sejarah di masa lalu.
Tulisan Presiden Soekarno tentang 'Mendjadi Guru dimasa Kebangunan' bisa menjadi salah satu pijakan filosofi hingga aksi guru dalam impelementasi segala kurikulum. Sekolah atau lembaga pendidikan baik negeri, swasta atau dikelola ormas menjadi penentu masa depan sebuah bangsa. Wajah pendidikan adalah wajah bangsa dan negara di masa mendatang.
'Perguruan-perguruan kita itu semua baik Taman Siswa, baik Muhammadiyah, baik Nahdatul Ulama, baik Perguruan-perguruan Rakyat di sana sini, maupun Perguruan di mana-mana juga sebenarnya tak lain daripada gambarannya masyarakat kita sendiri. Semua sifat hakikatnya masyarakat itu adalah terbayang di dalam perguruan-perguruan kita'.
Filosofi dasar guru merdeka harus dipegang kuat oleh para guru sebelum ia mengajarkan tentang kemerdekaan kepada anak didiknya. Dengan kuatnya pemikiran, jiwa dan aksi dari para guru inilah, perguruan dalam hal ini sekolah akan punya karakter.
Guru sejak ada harus adil dan merdeka sejak dalam pikiran dan jiwanya agar bisa mencetak anak didik yang merdeka secara pemikiran dan jiwanya. Murid atau anak didik tak lain adalah cerminan dari guru yang mengajarnya. Apa yang ditanamkan guru, maka itulah yang akan dituai bangsa di masa mendatang.
Soekarno menuliskan hal tersebut dengan jelas dan tuntas soal guru di masa kebangunan atau kebangkitan.'Sesuatu bangsa hanyalah dapat mengajarkan apa yang terkandung dalam jiwanya sendiri! Bangsa budak belian akan mendidik anak-anaknya di dalam roh perhambaan dan penjilatan; bangsa orang merdeka akan mendidik anak-anaknya menjadi yang merdeka'.
Mewarisi api guru di masa kebangunan berarti mengambil nilai positif dari jiwa merdeka yang benar-benar ingin mengabdikan diri, ilmu pengetahuan dan teknologinya untuk kemajuan bangsa dan negara. Guru sudah seharusnya tidak terjebak pada romantisme masa lalu sehingga justru stagnan dalam melakukan aksi inovasi, sinergi dan kolaborasi.
Api semangat guru di masa lampau sejak jaman pergerakan, kebangkitan, hingga awal kemerdekaan harus terus dipelihara. Merdeka belajar dan merdeka mengajar ataupun lainnya diharapkan tidak sekadar kata saja. Kurikulum itu seharusnya bisa benar-benar punya jiwa dan roh untuk memerdekaan seluruh generasi untuk tidak menjadi generasi kuli dan pengabdi bagi kaum kapitalis hingga oligarki saja.
Artikel Terkait
Perang Rusia-Ukraina: Bola Salju Hubungan Rusia dan Barat
Komunikasi Keluarga Terhadap Pendidikan Anak
Jalan Berliku 24 Tahun Reformasi
Jilbab, Antara Ekspresi Religi dan Trend Fashion
Si'iran, Salawatan, Metode Efektif Pengikut Aboge Menghafal Rumus Kalender Aboge
Peran Pemimpin Satuan Pendidikan Dalam Menyongsong IKM 2022
Tragedi 27 Juli: Serpih Ingatan Melawan Lupa
Mengedepankan Agenda Membangun Kerukunan Menjelang Kontestasi Politik 2024
Prospek Pertumbuhan E-commerce, Sisi Positif Era Society 5.0
Surveyor Pemetaan, Sebuah Solusi Satu Data Geospasial di Daerah