Tentang 'Botoh' di Seputaran Arena Pilkades Serentak

- Selasa, 14 Desember 2021 | 15:50 WIB
TIGA Calon Kepala Desa / Lurah saat duduk menunggu proses pemungutan suara Pilkades/Pilur selesai di Hindia Belanda 1927 (SM Banyumas/Dok tangkapan layar video Eyefilm.nl)
TIGA Calon Kepala Desa / Lurah saat duduk menunggu proses pemungutan suara Pilkades/Pilur selesai di Hindia Belanda 1927 (SM Banyumas/Dok tangkapan layar video Eyefilm.nl)

BOTOHSetiap kali proses Pemlihan Kepala Desa (Pilkades) termasuk dalam Pilkades serentak di Kabupaten Banyumas yang akan digelar 15 Desember 2021 ini, kata botoh bagi warga desa akan santer terdengar. Entah berapa ribu kali, kata itu akan diucapkan dalam pembicaraan dari warung kopi, perempatan jalan, hingga rumah calon kepala desa. 

Botoh, dalam bahasa Jawa (Banyumasan) adalah menunjuk kepada orang yang berperan membantu pemenangan Pilkades suatu calon. Jadi berbeda dengan pendukung biasa dan simpatisan, botoh adalah orang yang melebihi perannnya sebagai pendukung atau simpatisan.

Ia akan berjuang mati-matian melebihi para calonnya. Bahkan ambisinya melebihi ambisi calon kades. Ia lebih calon kades dari calon kades. Botoh akan berusaha keras untuk menempuh segala cara untuk mengkampanyekan calonnya, menggaet suara termasuk bekerja sangat keras di hari jelang Pilkades digelar. 

Ia adalah orang yang akan tampil ke muka ketika ada hal yang menyangkut diri sang tampil. Ia akan menjadi corong pertama atau promotor utama terhadap citra diri sang kandidat. Iapun akan paling berani untuk menjadi pembela ketika sang kandidat diolok atau dijelekan. 

Soal botohada botoh  yang benar-benar siap mengorbankan apapun demi kemenangan sang calon. Tentulah soal ini, masing-masing botoh punya motivasi sendiri-sendiri. Motif membela bisa jadi soal ekonomi, genealogi, psikologi sosiologi, ideologi hingga mitologi. 

Ada juga soal hutang budi, garis keturunan keluarga, kesamaan ideologi.  Ada yang jelas-jelas pragmatis mulai dari nunut udud , ikut merokok hingga punya tujuan kompromi dan transaksi politik. Tentulah yang terakhir ini yang juga berlaku bagi pemilihan demokrasi lainya seperti Pemilihan legislatif hingga pemilihan kepala daerah. 

Berbeda dengan botoh pada Pilkada atau Pilpres yang punya penampilan perlente, necis hingga lainnya, dalam Pilkades sebagai ajang demokrasi orang-orang desa, botoh bisa jadi adalah orang biasa. Tak hanya faktor rasional saja yang menjadi alasan untuk menjadi botoh

Faktor irasional, bahkan mistis seringkali masih melingkupi langkah sikap mereka. Soal wangsit, kode alam, wasiyat leluhur hingga lainnya sering menjadi alasan seorang botoh untuk membela mati-matian sang calon. Jelang Pilkades, termasuk di hari tenang, justru menjadi hari yang paling tidak tenang. 

Secara sembunyi-sembunyi, para botoh yang bergerilya memastikan 'bithing' atau suara mereka aman. Ataupun bergerilya untuk membuat aman suara calon lain agar suara calon mereka aman. Semua bisa dilaksanakan dan bisa terjadi, mulai dari pemberian iming-iming (janji politik) hingga amang-amang (ancaman politik).  

Botoh-botoh inilah yang menjadi pengurus mulai dari pemilih mengambang hingga pemilih fanatik. Mereka punya siasat dan trik untuk menghadapi berbagai macam kategori pemilih. Selain ada yang mengamankan suara dengan jalan berkeliling ke perkampungan, ada juga botoh  yang diam-diam mendampingi calon kades atapun mereka sendiri yang melakukan ritual spiritual. 

Di sisi lain, para botoh  menjalankan perannnya, di sisi lain ada sejumlah penduduk yang penasaran soal wangsit, pertanda siapa yang akan duduk menjadi pemimpin mereka. Sejumlah warga yang masih percaya mistis, mereka akan mencari tempat strategis mencari pertanda alam ataupun pertanda mistik.

Mereka akan rela berjaga semalaman suntuk untuk melihat ke mana arah turunnya ndaru, cahaya Ilahi pertanda. Kepada siapa ndaru itu akan turun, kepada calon kepala desa itulah yang akan beruntung. Apakah ndaru itu masih ada, turun ke mana? Entahlah. Yang pasti para botoh di malam terakhir hingga saat hari pemilihan itu mereka bekerja keras untuk memenangkan calon kades atau jago lurah yang diperjuangankannya.

Di akhir pemilihan Pilkades pasti ada botoh yang berbahagia karena calonnya terpilih. Tetapi ada juga bersedih karena calonnya ternyata kalah. Tetapi apakah, beruntung atau tidak tergantung dari soal saat kemenangan itu berlangsung? Tentu itu berpulang dari apa motivasi para botoh  mendukung Pilkades itu.*** 

 

Halaman:

Editor: Susanto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Mewarisi Api Guru dari Masa Kebangunan

Selasa, 6 Desember 2022 | 08:46 WIB

Tragedi 27 Juli: Serpih Ingatan Melawan Lupa

Jumat, 29 Juli 2022 | 13:11 WIB

Jalan Berliku 24 Tahun Reformasi

Sabtu, 21 Mei 2022 | 12:13 WIB

Komunikasi Keluarga Terhadap Pendidikan Anak

Jumat, 20 Mei 2022 | 17:27 WIB

Masalah Bersama itu Bernama Lost Learning

Minggu, 23 Januari 2022 | 15:22 WIB

Kafala dan Kekerasan Struktural Bagi Pekerja Migran

Sabtu, 18 Desember 2021 | 12:52 WIB

Tentang 'Botoh' di Seputaran Arena Pilkades Serentak

Selasa, 14 Desember 2021 | 15:50 WIB

Politik Diametral

Rabu, 3 November 2021 | 14:22 WIB
X