Metamorfosa Wajah Pilkades, Dari Tanda Gambar hingga Media Kampanye

- Minggu, 12 Desember 2021 | 18:24 WIB
TANDA gambar calon kepala desa sebelum ada regulasi baru tentang Pilkades menggunakan tanda hasil bumi (SM Banyumas/Dok almaqdis.blogspot.com)
TANDA gambar calon kepala desa sebelum ada regulasi baru tentang Pilkades menggunakan tanda hasil bumi (SM Banyumas/Dok almaqdis.blogspot.com)

Sebagian generasi Y atau yang sering disebut generasi milenial yaitu generasi yang lahir rentang tahun 1980-1997 mungkin masih menyaksikan hal ini.

Di pertengahan dasawarsa kedua tahun 2000-an, tanda gambar telah berubah menjadi foto calon kepala desa. Apalagi regulasi yang dibuat oleh pemerintah daerahpun telah berubah menyesuaikan zaman.

Baca Juga: Penumpang Bus Trans Banyumas Diminta Disiplin Prokes

Jika semula yang dicoblos adalah gambar hasil bumi, maka sekarang ini termasuk dalam Pilkades Serentak Kabupaten Banyumas 15 Desember 2021 mendatang juga yang dicoblos adalah gambar foto calon kades

Meskipun telah bermetamorfosis sarana prasarananya dan mungkin ke depan bukan tidak mungkin akan dilaksanakan secara online atau digital, namun hakikatnya proses demokrasi paling awal sebelum republik berdiri ini masih sama.

Proses menjaring dukungan melalui kampanye hakikatnya adalah sama-sama bertujuan untuk mendapatkan kuasa.

Kalau dulu kita mengenal 'cangkem bodhol' (mulut rusak) sekarang kita sudah mengenal 'hoaks' lewat media sosial sebagai sarana black compaign (kampanye hitam).

Baca Juga: Peringati Hakordia 2021, BPJS Ketenagakerjaan Ajak Seluruh Peserta Tumbuhkan Budaya Anti Korupsi

Orang berkampanye dengan sarana langsung mulut ke mulut hingga media sosial adalah untuk mendapatkan dukungan, menguatkan citra diri calon hingga mungkin menjatuhkan lawan. 

Yang dicoblos baik gambar padi, jagung, kelapa, ketela atau foto calon hakikatnya sama memilih pemimpin.

Di satu sisi, rasionalitas, emosional, idealisme, hingga pragmatisme pemilih diuji. Di sisi lain sang calonpun diuji terutama soal cara mendapatkan kursi orang nomor satu di desa itu. 

Akankah segala cara ditempuh untuk mendapatkan tampuk pimpinan tersebut?  Itu pilihan masing-masing. Baik cara rasionalistik hingga mistik.

Tentulah, jangan lupakan di setiap arena demokratik selalu ada belantik yang turut serta.***

 

Halaman:

Editor: Susanto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Mewarisi Api Guru dari Masa Kebangunan

Selasa, 6 Desember 2022 | 08:46 WIB

Tragedi 27 Juli: Serpih Ingatan Melawan Lupa

Jumat, 29 Juli 2022 | 13:11 WIB

Jalan Berliku 24 Tahun Reformasi

Sabtu, 21 Mei 2022 | 12:13 WIB

Komunikasi Keluarga Terhadap Pendidikan Anak

Jumat, 20 Mei 2022 | 17:27 WIB

Masalah Bersama itu Bernama Lost Learning

Minggu, 23 Januari 2022 | 15:22 WIB

Kafala dan Kekerasan Struktural Bagi Pekerja Migran

Sabtu, 18 Desember 2021 | 12:52 WIB

Tentang 'Botoh' di Seputaran Arena Pilkades Serentak

Selasa, 14 Desember 2021 | 15:50 WIB
X