Update Kasus Gagal Ginjal Akut per 24 Oktober 2022: Jadi 245 Kasus Tersebar di 26 Provinsi

- Senin, 24 Oktober 2022 | 17:59 WIB
KETERANGAN PERS: Menkes Budi Sadikin (kanan) didampingi Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito memberikan keterangan pers terkait kasus gagal ginjal akut pada anak di Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 24 Oktober 2022. (SMBanyumas/tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden )
KETERANGAN PERS: Menkes Budi Sadikin (kanan) didampingi Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito memberikan keterangan pers terkait kasus gagal ginjal akut pada anak di Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 24 Oktober 2022. (SMBanyumas/tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden )

BOGOR, suaramerdeka-banyumas.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, jumlah kasus gagal ginjal akut pada anak hingga Senin, 24 Oktober 2022 mencapai 245 kasus yang tersebar di 26 provinsi.

Budi, mengatakan, 80 persen kasus terbanyak terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten dan Sumatera Utara.

"Fatality rate atau yang meninggal, presentasenya cukup tinggi yaitu, 141 atau 57,6 persen," ujarnya pada keterangan pers virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Senin, 24 Oktober 2022.

Budi mengemukakan, jumlah kasus ini sebenarnya mengalami kenaikan sejak bulan Agustus 2022.

Baca Juga: Soal Kenaikan Kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal pada Anak, Begini Imbauan Dinkes Banyumas

Sebelum itu, angka kematiannya normal atau kecil dari tahun ke tahun atau kecil di bawah 5.

"Bulan Agustus mulai naik ke 36, September naik lagi ke 78, Oktober sampai sekarang 114 dan itu sebagian besar menyerang (anak usia) di bawah 5 tahun," jelasnya.

Berdasarkan analisa Kemenkes, penyebab kasus gagal ginjal akut ini disebabkan zat kimia Etilen Glikol (E), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE).

"Kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran dari pelarut ini. Berdasarkan ini kita lakukan langkah konservatif ktia tutup dulu, sekitar 1.100 lebih obat-obatan yang ada pelarutnya," kata dia.

Baca Juga: Kementerian Kesehatan Temukan Jejak Senyawa yang Diduga Picu Gagal Ginjal Akut, Pada Sampel Obat Pasien

Sembari menunggu hasil penelitian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pihaknya juga berkomunikasi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) terkait sejumlah obat-obatan sirup yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit kritis seperti epilepsi dan sebagainya.

"Obat sirup yang gunanya menangani penyakit kritis itu, kita perbolehkan. Tapi harus dengan resep dokter," katanya.

Budi mengklaim, setelah peredaran obat yang mengandung zat kimia berbahaya dihentikan terjadi penurunan drastis jumlah pasien baru yang masuk ke rumah sakit.

Baca Juga: Lima Produk Dilarang Beredar, Apotek di Purwokerto Tarik Ratusan Botol Obat Sirup

Halaman:

Editor: Nugroho Pandhu Sukmono

Sumber: Youtube Sekretariat Presiden

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X