Kesenian Ebeg Banyumas Digandrungi Masyarakat, Ini Asal Mulanya

- Jumat, 14 Oktober 2022 | 16:40 WIB
Para penari Ebeg Banyumas Putra Satria Purwanegara menunjukkan kepiawaiannya saat menari. (foto dok)
Para penari Ebeg Banyumas Putra Satria Purwanegara menunjukkan kepiawaiannya saat menari. (foto dok)

BANYUMAS, suaramerdeka-banyumas.com - Pertunjukan kesenian ebeg selalu mendapat apresiasi dari masyarakat Banyumas.

Mereka berbondong-bondong menonton tarian yang bergerak secara selaras dan kompak satu sama lain sesuai ritme alunan musik gamelan. Biasanya pemain ebeg terdiri dari 5 hingga 8 orang yang menari.

Melansir laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, pementasan tari ebeg terdiri dari empat pembabakan (fragmen), yaitu fragmen buto lawas yang dilakukan 2 kali, fragmen senterewe, dan fragmen begon putri.

Selain menonton tarian wayang, sebutan pemain ebeg, masyarakat sangat menunggu ketika masuk fragmen janturan, di mana para penari mengalami kerasukan dan hilang akal.

Para penari mendhem/wuru dengan memakan dedauanan, bekatul (pakan ternak), serta memakan benda tajam lain, seperti pecahan kaca.

Baca Juga: TGIPF: PSSI dan Sub Organisasinya Harus Bertanggung Jawab

Namun, dibalik pertunjukan itu, kesenian ini memiliki histori yang melambangkan sikap ksatria.

Kesenian ebeg yang berkembang di daerah Jawa Tengah khususnya wilayah Banyumas, Purbalingga, Cilacap, dan Kebumen bercerita tentang ksatria yang berlatih perang (Pangeran Diponegoro).

Kesenian ini telah berkembang sejak meletusnya perang Diponegoro (de java oorlog, 1925-1930). Pemain ebeg menari dengan diiringi gamelan. Tarian ini sejatinya melambangkan dukungan rakyat terhadap Pangeran Diponegoro dalam melawan imperialisme kolonial Belanda.

Kesenian ini pada dasarnya membawa pesan yang baik yaitu tentang imbauan kepada manusia agar senantiasa melakukan kebaikan dan ingat kepada Sang Pencipta.

Tarian ini dipentaskan di tempat yang lapang dan terbuka. Peralatan yang penunjang kesenian ini antara lain gendhing pengiring, terdiri dari kendang, saron, kenong, dan gong.

Selain itu, instrumen yang digunakan penari antara lain kostum dan kuda yang terbuat dari bambu (ebeg).

Baca Juga: Temuan TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Proses Jatuhnya Korban Lebih Mengerikan di CCTV

Sesaji (uba rampe) yang disediakan untuk pertunjukan ini antara lain bunga-bungaan, pisang, kelapa muda (degan), jajanan pasar, dan lain-lain.

Halaman:

Editor: Puji Purwanto

Sumber: warisanbudaya.kemdikbud.go.id

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Berikut ini Bunyi Tepuk Puasa atau Tepuk Saum

Rabu, 22 Maret 2023 | 18:59 WIB

Ini Alasan Produksi Film Butuh Manajemen yang Rapi

Senin, 20 Maret 2023 | 12:36 WIB

DKKB Lantik Pengurus Pakumas Korcam Kembaran

Senin, 20 Maret 2023 | 08:23 WIB
X