BANYUMAS, suaramerdeka-banyumas.com- Bagi Dharmadi angka 73 mungkin hanyalah sebuah angka saja yang tak memengaruhi vitalitasnya dalam berkarya: bersyair atau berpuisi. Terbukti dalam kepenyairannya sejak tahun 1970, sejak karya-karyanya muncul di media massa hingga kini ia terus berkarya.
Bahkan di usia kepenyairannya yang ke-52, ia baru saja meluncurkan sebuah buku kumpulan puisi berjudul Berjalan dalam Ingatan.
Dharmadi lahir di Semarang 30 September 1948. Memulai memublikasikan puisinya di media massa tahun 1970. Berjalan Dalam Ingatan adalah buku puisinya yang kesembilan. Berisi 32 judul puisi, tebal 42 halaman. diterbitkan oleh Satria Publisher Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah. Buku puisi sebelumnya adalah Kemarau, Aku Mengunyah Cahaya Bulan, Jejak Sajak, Aura, Kalau Kau Rindu Aku, Larik-larik Kata, Pejalan, Kata Suara Gema.
Baca Juga: Pengamen Masih Marak di Jalan, Operasi Yustisi Terus Digiatkan
peluncuran buku Berjalan dalam Ingtan ini dihelat dan dihadiri para seniman hingga penyair tua dan muda pada Sabtu 25 Juni 2022 di halaman rumah Penerbit Satria Publisher Tinggarjaya Jatilawang.
Eddy Pranata PNP, penyair Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera) yang malang melintang bersyair di tanah melayu dan kini menetap di Banyumas turut membedah buku kumpulan puisinya.
"Bergumul dengan setiap diksi pada tiga puluh dua judul puisi yang bertitimangsa tahun 2021. Ada daya sentuh dan daya kejut yang menarik-menghela dengan berbagai intuisi.
Baca Juga: Banjir dan Longsor Landa Banyumas Barat, Sejumlah Infrastruktur Rusak
Pendekatan “rasa” dan dengan “pisau analisis sederhana” perlahan menguak imaji Dharmadi yang terkadang terang dan terkadang samar. Puisi-puisi yang mampu menawarkan pemikiran dan pencerahan, tentunya, pada setiap denyar ruang dan waktu," ungkap Eddy yang sering dipanggil Presiden penyair Banyumas Raya.
Dijelaskan Eddy Pranata, antologi Berjalan Dalam Ingatan menghimpun— nyaris semua berbentuk puisi pendek, hanya tiga puisi panjang berjudul; riwayat, bolak-balik zaman, dan—berjalan dalam ingatan. Tema yang diangkat beragam: kesunyian, maut, kritik sosial, dan tentu ada pula yang bertema cinta.
Baca Juga: Hadapi Malaysia Open 2022, Berikut Daftar Wakil Indonesia yang Akan Bertanding
"Dharmadi mencatat dan memotret segala kelebat, segala peristiwa, segala kenangan, dan apa saja yang membuatnya takjub dan terpana (semacam keindahan atau kengiluan yang menelikung kehidupannya). Tak terhindarkan. Tak terbendung. Semuanya menjelma menjadi sejarah kecil dan sejarah besar dalam perjalanan hidup dan gelora kepenyairan," jelasnya.
Rekaman Kelam Tragedi 65
Dipaparkan Eddy Pranata, tujuh bagian pada puisi berjudul Berjalan Dalam Ingatan— yang menjadi judul antologi ini—menandakan bagaimana Dharmadi mengulik “sejarah kecil” dan “sejarah besar” lewat kata-katanya, kalimat-kalimatnya, ungkapan-ungkapannya yang begitu runut dan panjang.
Artikel Terkait
Ini Tahapan Perkembangan Anak Dalam Membaca Buku
Ini Kisah Rebo Wekasan Menurut Buku Sejarah Cirebon
Angkat Kisah-Kisah Dampak Perang dan Pengungsi, Novelis Tanzania Abdulrazak Gurnah Menangkan Nobel Sastra 2021
Sastra Pencerahan Bawa Dosen UIN Saizu Raih Penghargaan Tingkat Asia Tenggara
Angelina Jolie, Dari Menulis Buku hingga Tak Bosan Suarakan dan Dukung Perjuangan Hak Azazi Manusia
Berkat Rajin Membaca di Toko Buku Bekas 'Ans', Sukanto Jadi PNS
Ayo Simak dan Baca ! Buku Max Havelaar Karya Multatuli, Buku yang Membunuh Kolonialisme
Gola Gong: TBM Jangan Sampai Jadi 'Tempat Buku Menumpuk'
Gol A Gong: Indonesia Masih Kekurangan Buku, Sekarang 1 Buku Dikeroyok 90 Orang
Dewi Dee Lestari: Karier Menulis Saya Berhutang Budi pada Perjalanan Spiritualitas.
Peringati Harkitnas, Komunitas Literasi dan Sastra Banyumas Barat Gelar Ontran-ontran Sastra di Banyumas Barat
Presiden Penyair dan Geguritan Bertarung di Ontran-ontran Sastra, Siapa yang Menang?
Ahmad Tohari Dapatkan Anugerah Senator Indonesia B-52 Bidang Sastra
Ahmad Tohari 74 Tahun, Terus Berkarya di Usia Senja, Gelisah Terhadap Rendahnya Minat Baca Sastra Anak Muda