Srapat rai kenés-lénjéh sing dadi ciri-wanciné ronggéng temanan, Srinthil ya téyéng nirokna. Igel guluné, plirikan matané, malah carané Srinthil ngorag pundhak téyéng gawé wong lanang dadi kapitenggengen. Prawan kencur kaya Srinthil wis téyéng niru polahé ronggéng sing wis dadi. Ning wong Dhukuh Paruk nyatané ora bakal padha gumun.
Satu paragraf di atas berbahasa Banyumasan tak lain adalah dikutip dari bagian novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari dalam bahasa Banyumasan.
Bagi penutur Bahasa Banyumasan tentulah paragraf isi novel tersebut sangat terasa sekali 'greget' dan 'rasa' bahasa 'wong penginyongan'.
Baca Juga: Menikmati Akhir Pekan Lewat Kuliner Khas Desa Banyumasan, Racik dan Masak Sendiri Sesuai Selera...
Kata kenés-lénjéh begitu khas dituturkan warga Banyumas untuk menggambarkan sosok lagat perempuan dengan yang suka 'menggoda' bahkan ada kesan miring ke arah 'binal'.
Meskipun sebenarnya sering sulit mencari padanan kosakata Banyumasan ke dalam Bahasa Indonesia.
Di Novel Ronggeng Dukuh Paruk edisi Bahasa Indonesia kata ini tertulis sebagai 'Penagih Birahi.
Baca Juga: Pendaftaran SNMPTN 2022 Segera Dibuka, Simak Jadwal dan Persyaratannya!
Ada lagi kata kapitenggengen merupakan kata transliterasi dari 'memukau'.
Padahal dalam bahasa Jawa Banyumasan, kata kapitenggengen ini bahkan berarti lebih dalam, di mana artinya lebih dari terpukau.
Kapitenggengen, bisa diartikan sebagai kagum, takjub hingga terdiam, berkata dan bergerakpun sulit seakan tak percaya apa yang dilihatnya.
Baca Juga: Waduh! Tebing Setinggi 50 Meter Longsor, Tutup Jalan Kabupaten di Cimanggu
Lengkapnya, bacalah satu paragraf petikan novel di atas yang tertulis dengan bahasa Indonesia.
Mimik penagih birahi yang selalu ditampilkan oleh seorang ronggeng yang sebenarnya, juga diperbuat oleh Srintil saat itu. Lenggok lehernya, lirik matanya, bahkan cara Srintil menggoyangkan pundak akan memukau laki-laki dewasa manapun yang melihatnya. Seorang gadis kencur seperti Srintil telah mampu menirukan dengan baiknya gaya seorang ronggeng. Dan orang Dukuh Paruk tidak bakal heran.
Artikel Terkait
Kegiatan Seni Budaya Jalan, Protokol Kesehatan Tak Boleh Diabaikan
Ternyata, Kesenian Sintren Masih Lestari di Gumelar Banyumas
Pameran Lukisan Kluruk Baru Dibuka, 17 Lukisan Langsung Dipesan Kolektor
Akhir Pekan Ini, Nonton Pentas Kolaborasi 'Metamorfosa Lengger' Yuk!
Pentas 'Metamorfosa Lengger': Membaca Dinamika Seni Lengger
Art Sog 2021 'Huft', Ekspresi Keluh Kesah Perupa Kala Pandemi
Ayo Simak dan Baca ! Buku Max Havelaar Karya Multatuli, Buku yang Membunuh Kolonialisme
Jauh-jauh Datang ke Ajibarang, Ini yang Dikatakan Penyair dari Sulawesi