'SEORANG politikus tak mengenal Multatuli, praktis tidak mengenal humanisme, humanita secara modern, dan politikus tidak mengenal Multatuli, bisa menjadi politikus yang kejam'
Demikianlah yang dikatakan Sastrawan Pramoedya Ananta Toer tentang buku Max Havelaar, karya Multatuli yang tak lain adalah nama pena dari Ernest François Eugène Douwes Dekker.
Multatuli, pejabat Belanda akhirnya dikenal menjadi satu dari tiga serangkai penggerak dan pahlawan pendidikan di masa kolonial bersama Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo.
Melalui bukunya Max Havelaar tentang praktik perkebunan dan perdagangan kopi di Lebak Banten, Multatuli mengungkap berbagai praktik korup dan konspirasi antara pejabat Belanda bersama pejabat pribumi. Bagaimana pribumi dikeruk kekayaan alamnya bersama dengan penarikan pajak yang kejam untuk pemerintah kolonial.
Terselip juga dalam buku legend ini kisah cinta Saijah dan Adinda yang berakhir tragis dan kasih yang tak sampai. Kalau dibaca lengkap, buku ini tak lain seperti catatan harian pejabat Belanda yang menuliskan berbagai data lengkap soal kegiatan korupsi yang menggerogoti bangsa jajahan hingga pemerintah Belanda itu sendiri di negeri nusantara.
Tak ayal dari buku inilah, penulis dianggap sebagai 'penghianat bagi bangsanya karena membuka borok praktik negeri jajahan kepada bangsa koloninya. Yang tak kalah tragis dan ironis adalah bagaimana pejabat pribumi yang berkawan dengan pejabat kolonial juga tak punya rasa kemanusiaan bagi bangsanya sendiri.
Dalam buku Max Havelaar ini, pembaca akan diajak bagaimana di satu sisi kemegahan negara Belanda yang makmur dengan sokongan rampasan kekayaan bangsa jajahan dan kemiskinan, kelaparan hingga kebodohan bangsa jajahan. Bagaimana praktik konspirasi antara pejabat kolonial dan lokal yaitu oknum demang juga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya.
Tak ayal dari buku inilah, menuai pro kontra bagi kalangan warga Belanda sendiri di masa itu, dan akhirnya bisa menumbukan apa yang dinamakan Politik Etis, atau politik balas budi di mana Pemerintah Kolonial memberikan fasilitas pendidikan bagi kalangan pribumi untuk bisa sekolah. Ya, kebijakan yang akhirnya menjadi bumerang bagi Belanda dengan bangkitnya kaum terpelajar yang menantang pemerintah kolonial itu sendiri. Dari pendidikan inilah lahir para terpelajar-terpelajar pribumi yang akhirnya menginspirasi ikhtiar mengakhiri kolonialisme.
Kalau yang tak sempat membaca buku Multatuli yaitu Max Havelaar ini, bisa juga mencari film Max Havelaar yang sempat rilis di tahun 1970-an dan terbaru sekarang ini juga telah dirilis.
Artikel Terkait
Ternyata Ada 13 Julukan Pecinta Buku, Kamu Yang Mana?
Dari Percakapan Buku, Keakraban Seorang Perwira TNI dan Prof Rubi Bersemi
Eks Aktivis dan Alumi Siapkan Buku Obituari hingga Petisi Prof Rubi Jadi Pengganti Nama Auditorium Unsoed
Peringati Harlah ke-92, LP Ma’arif Banyumas Umumkan Juara Lomba hingga Luncurkan Buku Antologi Puisi
Ini Tahapan Perkembangan Anak Dalam Membaca Buku
Ini Kisah Rebo Wekasan Menurut Buku Sejarah Cirebon
Angelina Jolie, Dari Menulis Buku hingga Tak Bosan Suarakan dan Dukung Perjuangan Hak Azazi Manusia
Berkat Rajin Membaca di Toko Buku Bekas 'Ans', Sukanto Jadi PNS