Ini Kisah Rebo Wekasan Menurut Buku Sejarah Cirebon

- Selasa, 5 Oktober 2021 | 22:30 WIB
Simbol dalam Bendera Macan Ali, bendera kebesaran Kerajaan Cirebon yang dibuat Sunan Gunung Jati yang turut mentradisikan Rebo Wekasan atau Rabu Saparan. (SM/dok)
Simbol dalam Bendera Macan Ali, bendera kebesaran Kerajaan Cirebon yang dibuat Sunan Gunung Jati yang turut mentradisikan Rebo Wekasan atau Rabu Saparan. (SM/dok)

BANYUMAS, suaramerdeka-banyumas.com-Sejarah amalan ibadah umat Islam di hari Rabu terakhir atau Rebo Wekasan Bulan Syafar sangat terkait dengan sejarah yang terjadi di Cirebon. 

Dalam buku Sejarah Cirebon, karya PS Sulendraningrat (1985) disebut sekelumit soal sejarah munculnya amalan Rebo Wekasan di Cirebon yang banyak menginspirasi kegiatan doa bersama hingga sedekah kepada anak yatim terlantar dan sebagainya. 

Kisah ini berawal ketika Syekh Lemah Abang atau Syekh Siti Brit atau Syekh Siti Jenar memperingatkan kepada Dewan Wali yang tak setuju dengan ajarannya. 

Baca Juga: Dikaitkan dengan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani, Natalius Pigai: Gusti Ora Sare

Syekh Siti Jenar memberikan ramalan bahwa kelak pada suatu zaman akhir akan aka kebo bule mata kucing naik dari laut dan sejak itulah datang bilahi bagi anak cucu. 

Ramalan yang dimaksud adalah kedatangan bangsa Eropa khususnya Belanda yang kemudian menjajah ratusan tahun nusantara hingga menyengsarakan anak cucu. 

Mendengar inilah Kanjeng Sunan Gunung Jati bersama muridnya mengadakan salat hajat dan berdoa bersama untuk menolak bala untuk kemerdekaan bangsa dan negara. 

Baca Juga: Halte Wisata Sungai Serayu Tambaknegara Mulai Beroperasi, Naik Perahu Hanya Rp10 Ribu

Usai Syaikh Lemah Abang meninggal dunia, para murid-muridnya yang terlantar dianjurkan oleh yang berwajib Kerajaan Cirebon untuk berkeliling rumah dan warga sudah dianjurkan untuk memberi sedekah dan makanan kepada mereka. 

Para gembala kambing murid Siti Jenar ini diminta datang ke Masjid Agung Cirebon di hari Jumat, dan mendatangi rumah-rumah penduduk hingga Rebo Wekasan atau Rabu terakhir Bulan Syafar. 

Para murid-murid Siti Jenar ini akan berdoa mendoakan keselamatan warga dengan istilah Tawur Ji Tawur, Selamat Dawa Umur (Ji atau akronim dari Aji, Yang Terhormat). 

 Baca Juga: Telkomsel Hadirkan Akses Pengalaman 5G Pertama di Bumi Cendrawasih

Dengan doa para murid Siti Jenar dan anak-anak terlantar tersebut inilah dan disambut gembira dan diberikan sodakoh makanan kepada mereka, maka kemudian berkembang menjadi tradisi Rabu Saparan atau Rebo Wekasan

Di masa lampau selain bersedekah dan slametan, orang Cirebon biasanya akan keluar ramai-ramai di Hari Rabu terakhir ini untuk menuju ke tempat sunyi untuk berdoa memohon keselamatan dan dijauhkan dari bala penyakit dan sebagainya.

Halaman:

Editor: Susanto

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Berikut ini Bunyi Tepuk Puasa atau Tepuk Saum

Rabu, 22 Maret 2023 | 18:59 WIB

Ini Alasan Produksi Film Butuh Manajemen yang Rapi

Senin, 20 Maret 2023 | 12:36 WIB

DKKB Lantik Pengurus Pakumas Korcam Kembaran

Senin, 20 Maret 2023 | 08:23 WIB
X