Berbasis Teknologi Informasi, 'Demit' Dermaji Terus Berinovasi 'Menjual Diri'

- Sabtu, 21 Agustus 2021 | 21:16 WIB
PELATIHAN pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) diselenggarakan oleh Pemdes Dermaji, Kecamatan Lumbir untuk mendorong pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi informasi.(SM/dok)
PELATIHAN pengembangan Sistem Informasi Desa (SID) diselenggarakan oleh Pemdes Dermaji, Kecamatan Lumbir untuk mendorong pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi informasi.(SM/dok)

MENYANDANG predikat Desa Melek Informasi dan Teknologi (Demit) atau Desa Digital dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), tak lantas membuat Desa Dermaji, Kecamatan Lumbir, Banyumas, Jawa Tengah berpuas diri. Kerja pemberdayaan masihlah belum usai. Hingga kini di tengah pandemi, gotong royong, kolaborasi dan inovasi untuk 'menjual diri' dengan dukungan peran teknologi informasi terus dilakukan desa yang terkurung oleh kawasan hutan Perhutani Banyumas Barat.

"Pandemi memaksa kita untuk semakin beradaptasi dan berkolaborasi. Masuknya internet ke desa harus menjadi penguat dan pendukung pemberdayaan masyarakat khususnya bidang ekonomi," kata Kepala Desa Dermaji, Bayu Setyo Nugroho.

Sebelum ada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) belum dilaksanakan, awal 2021 Desa Wisata Dermaji telah membuka resmi Wanawisata Wanasuta dengan kerjasama dengan pihak Perhutani. Wisata ini mengintegrasikan potensi alam air terjun Wanasuta dan hutan pinus. Dengan adanya jaringan internet yang tersambung di sekitar lokasi wisata, juga mendukung sistem pengelolaan wisata secara digital.

Baca Juga: Sastrawan Budi Darma Meninggal Dunia

"Pengunjung yang hadir bisa langsung membayar tiket secara cashless (nontunai), ini untuk
mendukung protokol kesehatan di masa pandemi. Jadi ketika nanti wisata sudah diijinkan buka kembali, kita sudah siap. Untuk promosi kita gunakan berbagai platform digital mulai dari website desa dermaji.desa.id, media sosial mulai dari facebook, twitter, instagram dan YouTube," kata Haryoto, Direktur Pengelola Wisata Wanasuta.

Untuk membangun Wanawisata Wanasuta ini, desa yang berlokasi 40 kilometer arah barat daya Kota Purwokerto ini juga menggandeng masyarakat untuk urun saham wisata. Tak hanya warga lokal, warga desa yang berada di luar daerah dan luar negeripun turut menyumbang saham untuk pengembangan wisata tersebut.

"Semua terlaksana berkat komunikasi digital yang makin lancar ini. Bangunan Jembatan Cinta, senilai Rp 250 juta terbangun dengan swadaya warga ini. Belum yang lain. Soal perkembangan wisata juga kita sampaikan secara virtual kepada para pemilik saham yang ada di luar kota. Untuk operasional wisata kita sedang menunggu keputusan dari pemerintah," kata Haryoto.

Baca Juga: Dipercepat, Vaksinasi Covid-19 Untuk Kelompok Disabilitas Enam Provinsi

Tak hanya menjual wisata alam, sebelumnya Dermaji juga terus mengelola wisata edukasi berupa Perpustakaan Jagat Aksara dan juga Museum Desa Naladipa. Sejak diluncurkan 17 Juni 2013, Museum Naladipa telah menjadi sarana media penghubung pengetahuan sejarah peradaban desa antar generasi. Museum yang diambil dari nama Kepala Desa Pertama itu telah menyimpan koleksi berada di lantai dua kantor desa

Lokasi Museum ini nantinya akan direlokasi di dekat lokasi wisata Wanasuta. Pengelolaan Museum ini terus dilaksanakan sebagaimana rekomendasi kelengkapan museum lainnya dari tim Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019 lalu. Secara prasarat dasar, Naladipa sudah memenuhi syarat karena telah memiliki tempat, benda koleksi dan pengelola. 

"Di sini dikelola benda 'heritage' (pusaka) desa, baik yang 'tangible' (teraga) maupun 'intangible' (tak teraga) yang menjadi saksi perkembangan pengetahuan dan peradaban masyarakat di sini. Dari benda-benda inilah dapat dilihat bagaimana dulu masyarakat bertahan dan mengembangkan diri," kata Harry Haryono Caryono, Kepala Pengelola Museum Naladipa.

Baca Juga: Bantu Pengentasan Pandemi, Semua Pihak Perlu Tingkatkan Literasi Data Covid-19

Ketika datang langsung ke lokasi museum, pengunjung bisa melihat aneka benda rumah tangga, alat pertanian tradisional, barang adat, seni budaya yang saat ini tak digunakan lagi. Alat-alat yang terdengar asing di generasi sekarang seperti 'ani-ani, krepis, patroma, pedupan, weluku' terawat dan tertata rapi melengkapi lebih dari 100 benda koleksi museum tersebut.  

Semua koleksi ini telah dilengkapi dengan penanda 'QR Code' yang memudahkan pengunjung untuk membaca profil atau keterangan benda koleksi tersebut.

"Selain berisi artefak, museum yang menggunakan nama lurah pertama Dermaji ini juga
menyimpan berbagai rekaman dan ulasan tentang kebudayaan desa tersebut seperti: tradisi sunat, upacara jelang panen padi dan gubrag lesung, kesenian kentongan, pengobatan sakit gigi tradisional, dolanan anak umbul, dan berbagai tradisi lainnya. Kami dokumentasikan lewat audiovisual," katanya.

Halaman:

Editor: Susanto

Tags

Terkini

X